SULAIMAN AD-DARONY


Abu Sulaiman al-Darani, berasal dari Daran, Damaskus, Syria.  Yang wafat pada tahun 215 H. Abu Sulaiman al-Darani ber kata , “Tidak seorang pun bersikap asketis ( zuhud) terhadap pesona dunia ini kecuali yang ada pada kalbunya, oleh Allah, diletakkan cahaya yang membuatnya selalu terpesona oleh hal akhirat.” Dalam hal ini Abu Sulaiman al-Darani, menjadi landasan pengetahuan mistis serta pencapaian kolbu.
al-Thusi dalam kitab al-Luma’ mengomentari Abu Sulaiman al-Darani : “Andaikan aku tahu bahwa di Mecca ada seorang tokoh yang bisa mengajariku ilmu tersebut (makrifat) sekalipun hanya sekalimat, niscaya ku datangi dia dengan berjalan kaki walau jauhnya seribu farsakh, sehingga aku bisa menyimaknya.”
Zuhud dan Tasawuf
Abu Sulaiman aal-Darani mengatakan : “Sufi itu suatu ilmu dari ilmu-ilmu tentang zuhud. Maka tidak pantas mengenakan kain suf dengan uang tiga dirham di tanganya kok dalam hatinya menginginkan lima dirham”.
 Pada tempat lain Abu Sulaiman al-Darani mengatakan : “zuhud adalah meninggalkan segala yang melalaikan hati dari Alloh”.
Ahmad bin Abu al-Hawari berkata, “Ketika aku menemui Abu Sulaiman ad-Darani, ia sedang menangis.”
Kemudian aku bertanya, “Saudaraku, apa yang membuatmu menangis?”
Dia menjawab, “Wahai Ahmad, Ahlul mahabbah (orang-orang yang saling mencintai), jika hari menjelang malam, ia mulai membentangkan telapak kaki mereka (berdiri mengerjakan shalat), air mata mereka membasahi pipi pada saat ruku’ dan sujud. Ketika itu Allah menyaksikan mereka dan memanggil, ‘Wahai Jibril, berdasarkan penglihatanku, siapakah yang sedang membaca firman-firmanKu dengan penuh kenikmatan itu dan kemudian istirahat untuk bermunajat kepadaKu?
Sesungguhnya Aku mengawasi mereka, mendengar perkataan, keluhan, kerinduan dan tangis mereka! Panggillah dan tanyakan kepada mereka, ‘Mengapa mereka berputus asa sebagaimana yang Aku lihat, apakah telah datang seseorang kepada kalian yang menyampaikan berita bahwa seorang kekasih akan menyiksa kekasihnya dalam bara api?
Jika perbuatan kejam seperti itu, tidak pantas dilakukan oleh seorang manusia yang hina terhadap kekasihnya, maka apakah layak sekiranya dilakukan oleh Allah Yang Maha memiliki segala sesuatu dan Mahamulia?! Maka demi kemuliaanKu, Aku bersumpah, sungguh Aku akan memberi hadiah kepada mereka, ketika menemuiKu pada hari Kiamat kelak yakni akan Aku singkapkan WajahKu yang mulia di hadapan mereka, Aku melihat mereka, demikian pula mereka dapat memandangKu langsung.’
Wahai Ahmad, jika kejadiannya seperti itu, apakah engkau masih akan mencelaku ketika aku menangisi keterlambatanku dari rombongan Ahlul mahabbah tersebut?”
Menurut Abu Sulaiman al-Darani, Hakikat berkaitan erat dengan syari’at. Seperti per kata annya, “Selama beberapa waktu aku tertimpa persoalan ini (para sufi) sementara ini aku tidak bisa menerimanya ( maksudnya menerima dari kalbunya) kecuali disertai dua saksi yang adil; al-Qur’an dan as-Sunnah.”

Zuhud Dalam Berpakaian
Dikisahkan dari Abu Sulaiman ad-Darani - rahimahullah - bahwa ia mengenakan gamis putih karena seringnya dicuci. Kemudian Ahmad berkata padanya, “Andaikan Anda mengenakan gamis yang lebih dari pada ini?” Lalu la berkata, “Wahai Ahmad, andaikan hatiku dibandingkan dengan hati yang lain bersihnya seperti gamis ini di antara pakaian-pakaian yang lain.”
Dikisahkan bahwa Abu Sulaiman ad-Darani - rahimahullah - berkata, “Seseorang di antara kalian memakai baju rompi dengan harga tiga dirham namun keinginan nafsunya seharga lima dirham. Mengapa la tidak malu tatkala keinginan nafsunya melebihi harga bajunya?”
Ia juga berkata, “Dalam memendekkan baju itu ada tiga sifat mulia: Melakukan Sunnah, kebersihan dan menambah serpihan kain.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Ada sekelompok orang datang pada Bisyr bin al-Harits. Mereka memakai pakaian bertambal. Maka Bisyr berkata kepada mereka, “Wahai kaum, bertakwalah kepada Allah dan jangan menampakkan cara berpakaian seperti ini. Sebab kalian akan mudah dikenali dan akan dihormati karena pakaian kalian.” Semua terdiam, namun ada seorang anak muda di antara mereka yang berdiri dan berkata, “Segala puji bagi AllahYang telah menjadikan kami diketahui dan dihormati karena pakaian kami. Demi Allah, kami akan tetap menampakkan pakaian ini sehingga seluruh agama hanya untuk Allah.” Akhirnya Bisyr berkata, “Bagus, wahai anak muda! Orang seperti Anda yang pantas memakai pakaian bertambal.”

Saya mendengar al Wajihi berkata: Saya mendengar al Jariri berkata, “Di masjid Jami` Baghdad ada seorang fakir yang hampir tidak pernah mengenakan pakaian kecuali hanya satu potong pakaian, baik di musim dingin maupun di musim panas. Kemudian la ditanya apa alasan ia hanya mengenakan satu pakaian. Maka ia menjawab, `Saya dahulu termasuk orang yang suka dengan banyak pakaian. Suatu malam saya bermimpi, sebagaimana layaknya orang lain bermimpi. Saya seakan-akan masuk surga dan saya melihat jamaah dari sahabat-sahabat kami kaum fakir di sebuah meja makan. Saya ingin duduk bersama mereka. Namun sekelompok malaikat menggandeng tanganku dan memberhentikan di suatu tempat sembari berkata, `Mereka adalah orang-orang yang hanya memiliki satu potong pakaian, sedangkan kamu masih memiliki dua pakaian, maka janganlah kamu duduk bersama mereka.’ Kemudian saya terbangun dan sadar. Akhirnya saya bernadzar hanya mengenakan pakaian satu potong sampai saya bertemu dengan Allah Azza wa Jalla’.”
Abu Hafsh al-Haddad - rahimahullah - berkata, “Jika Anda melihat sinar orang fakir ketika berpakaian maka janganlah Anda berharap suatu kebaikan darinya.”
Dikisahkan, bahwa Yahya bin Mu’adz ar-Razi pada mulanya ia mengenakan pakaian dari wool (shuf) dan dua pakaian usang. Namun di akhir perjalanannya ia mengenakan pakaian halus yang terbuat dari sutra dan linen. Hal itu kemudian diceritakan kepada Abu Yazid. Maka Abu Yazid berkata, “Kasihan benar Yahya, la tak sabar dalam kondisi miskin, lalu bagaimana la bisa bersabar dengan nasib yang tidak menguntungkan?”

Saya mendengar Thaifur berkata, “Saat Abu Yazid wafat ia tidak meninggalkan sepotong pakain pun kecuali yang la pakai di saat la wafat. Sementara pakaian yang la kenakan juga hasil pinjaman yang kemudian dikembalikan kepada pemiliknya.”
Pada saat Ibnu al-Kurraini, guru al Junaid - rahimahullah - wafat, la hanya mengenakan pakaian bertambal, yang merupakan satu-satunya pakaian lengan pendek yang menjadi simpanannya dan dibeli dari Ja’far al-Khuldi seharga sepuluh kati.
Disebutkan, bahwa Abu Hafsh an-Naisaburi - rahimahullah - mamakai gamis yang terbuat dari bahan sutra dan pakaian pakaian mewah. Ia juga memiliki rumah mewah dengan permadani, dan halamannya berpasir.

Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Adab para fakir dalam berpakaian selalu disesuaikan dengan waktu. Jika mereka mendapatkan wool kasar atau pakaian bertambal mereka juga akan mengenakannya. Jika mereka mendapatkan pakaian selain itu mereka juga akan memakainya. Orang fakir yang jujur pakaian jenis apa pun yang ia pakai, ia anggap baik, bahkan akan menjadi keagungan dan penuh karisma. la tidak pernah memaksakan diri dengan berpura-pura dan juga tidak memilih. Jika la memiliki kelebihan maka la akan menghibur orang yang tidak memilikinya. la mendahulukan teman-temannya tanpa memperlihatkan bahwa ia melakukan prioritas itu. Dua potong pakaian usang lebih la senangi daripada pakaian baru. Ia sangat jemu dengan pakaian banyak dan baik, dan tidak suka memberikan pakaian-pakaian jelek, mereka juga sangat berhati-hati dalam menjaga kebersihan dirinya.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "SULAIMAN AD-DARONY"

Post a Comment