MUHAMMAD ABDUH
RIWAYAT HIDUP
Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya
Muhammad bin ‘Abduh bin Hasan Khairullah di lahirkan di desa Mahallat Nashr di
Kabupaten Al-Buhairah,Mesir, pada tahun 1849 M. Beliau berasal dari keturunan
bangsawan. Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka
meberi pertolongan. Kekerasan yang ditetapkan penguasa-penguasa Muhammad
‘Ali alam memungut pajak menyebabkan penduduk pindah-pindah tempat untuk
menghindarinya. Abduh mulai dilahirkan dalam kindisi yang penuh kecemasan ini.
Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke
Masjid Al-Ahmadi Tatan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar.
Akan tetapi, sistem pembelajaran di sana sangat menjengkelkannya sehingga
setelah dua tahun di sana, ia memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani,
seperti saudara-saudara atau kerabatnya. Waktu kembali ke desa, ia di nikahkan
saat ia berumur 16 tahun. Semula ia berkekas untuk tidak melanjutkan studinya,
tetapi akhirnya kembali belajar atas dorongan pamannya, Syekh Darwish, yang
banyak mempengaruhi kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan Jamaluddin
Al-Afghani. Atas jasanya, Abduh berkata, “ia telah membebaskanku dari penjara
kebodohan (the prison of ignorance) dan membimbingku menuju ilmu pengetahuan.”
Setelah merampungkan studinya di bawah
bimbingan pamannya, Abduh melanjutkan studi Al-Azhar pada bulan februari 1866. Pada
tahun 1871, Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) tiba di Mesir. Saat itu, Abduh
menjadi mahasiswa Al-Azhar. Kehadirannya di sambut Abduh dengan menghadiri
pertemuan-pertemuan ilmiyahnya. Untuk yang selanjutnya, ia menjadi murid
kesayangan Al-Afghani. Lalu, Afghani yang mendorong Abduh aktif menulis dalam
bidang sosial dan politik. Artikel-artikel pembaruannya banyak dimuat di surat
kabar Al-Ahram di Kairo.
Setelah menyelesaikan studinya di
Al-Azhar pada pada tahun 1877 dengan gelar “alim”, Abduh mulai mengajar di
Al-Azhar, kemudian da Dar Ulum dan di rumanhya. Tak lama kemudian Al-Afghani
diusir dari Mesir pada tahun 1879 karena dituduh mengadakan gerakan penenyangan
terhadap Khadewi Taufiq, Abduh juga di pandang ikut campur di dalamnya, di
buang di Kairo. Pada tahun 1880 ia di peroleh kembali ke ibu kota kemudian di
angkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintahan Mesir, Al-Waqa’i
Al-Mishriyah. Pada waktu bersamaan, kesadaran nasional Mesir mulai
tampak. Di bawah pimpinan Abduh, surat kabar resmi itu membuat
artikel-artikel tentang ugernes nasionl Mesir di samping berita-berita resmi.
Setelah revolusi Urabi 1882 (yang
berakhir dengan kegagalan), Abduh ketika itu masih memimpin surat kaar
Al-Waqa’i dituduh terlibat dalam revolusi besar tersebut, sehingga pemerintah
Mesir memutuskan untuk mengasingkannya selama tiga tahun dengan memberi hak
kepadanya untuk memilih tempat pengasingannya, Ia pun memilih Suriah. Dia
menetap selama satu tahun. Kemudian ia menyusul gurunya, Al-Afghani yang ketika
itu berada di Paris.
Di sana mereka menerbitkan surat kabar Al-‘Urwah
Al-Wutsqa pada tahun 1884. Karya-karyanya yang di buat di surat kabar banyak
menghendaki kebebasan berfikir dan modern .
Pendapatnya
mulai mengarah juga kepada para fukaha yang masih memperselihkan masalah
furuiyyah. Yang bertujuan mendirikan Pan Islam serta
menentang penjajah Barat, khususnya Inggris. Pada Tahun 1885, Abduh diutus oleh
surat kabar terseut ke inggris untuk menemui tokoh-tokoh negara itu yang
bersimpati kepada rakyat Mesir. Tahun 1899, Abduh di angkat menjadi multi
Mesir. Kedudukan tinggi iu di pegangnya ia meniggal dunia tahun 1905.
PEMIKIRAN TEOLOGI MUHAMMAD ABDUH
1. Kedudukan Akal dan Wahyu
- Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimanahak salaf al-ummah (ulama sebelun abad ke-3 Hijrah), sebelum timbulnya perpecahan , yaitu memahami langsung dari sumber pokoknya Al-Qur’an.
- Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik digunakan dalan percakapan resmi di kantor-kantor pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan media massa.
Dua persoalan pokok yang menjadi fokus
pemikiran Abduh tampanya ia muncul ketika ia meratapi perkembangan umat islam
pada masanya. Kondisi umat islam saat itu di gambarkan sebagai “suatu
masyarakat yang beku,kaku, menutup rapat-rapat pintu ijtihad,mengabaikan
peranan akal dalam memahami syariat Allah atau men-istinbat-kan para
hukum-hukum karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya para
pendahulunya yang hidup dalam masa kebekalan akal serta yang berdasarkan
khurafat-khutafat.
Atas dasar kedua pikirannya itu, Muhammad Abduh
memberikan peranan yang sangat besar pada akal. Begitu besarnya peranan yang
diberikan olehnya, sehingga Harun Nasution menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh
memberi kekuatan yang lebih tinggi pada akal dari pada Mu’tazilah.
Dengan memperhatikan
pandangan Muhammad Abduh tentang peranan akal, dapat diketahui pula bagaimana
fungsiwahyu baginya. Wahyu adalah penolong (al-mu’in). Kata ini ia pergunakan
untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu menolong akal untuk
mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat dan mengetahui cara
beribadah kepada tuhan. Dengan demikian, wahyu bagi Abduh
berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan
pengetahuan akkal dan informasi. Abduh memandang bahwa menggunakan akal
merupakan salah satu dasar islam. Imam seseorang tidak sempurna apabila tidak didasarkan
persadaraan antara akal dan agama. Islam menurut agama pertama kali mengikat
mengikat persaudaraan akal dan agama.
Menurut kepercayaannya, pada eksistensi
Tuhan yang didasarkan akal. Wahyu yang di bawa Nabi tidak mungkin bertentangan
degan akal. Apabila ternyata antara keduanya terdapat pertentangan, menurutnya
terdapat penyimpangan dalam tataran interpretasi sehingga di perlukan
interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.
2. Kebebasan Manusia dan Fatalisme
Bagi Abduh, di samping mempunyai daya
pikir, manusia juga mempunyai kebebasan memilih yang merupakan sifat dasar
alami yang harus ada dalam diri manusia. Jika sifat ini di hilangkan dari
dirinya sendiri, ia bukan manusia lagi, melainkan makhluk lain. Manusia dengan
akalnya mempertimbangkan akibat perbuatannya yang di lakukuan, kemudian
mengambil keputusan dengan kemauannya dan mewujudkan perbuatannya dengan daya
yang ada di dalam dirinya.
Karena manusia menurut hukum alam dan sunnatullah
mempunyai kebebasan dalam kemauan dan daya untuk mewujudkan kamauan.
Menurutnya, manusia adalah manusia karena ia mempunyai kemampuan berpikir dan
kebebasan dalam memilih.manusia tidak memiliki kebebasan absolut. Ia menyebut
orang yang mengatakan manusia mempunyai kebebasan mutlak sebagai orang yang
angkuh.
3. Sifat Allah SWT
Dalam risalah, ia menyebut sifat-sifat Tuhan.
Mengenai masalah apakah sifat itu termasuk esensi Tuhan yang lain, menjelaskan
bahwa hal itu terletak di luar kemampuan manusia untuk mengetahuinya.
4. Kehendak Mutlak Tuhan
Karena yakin akan kebebsan dn kemampuan
manusia, Abduh melihat bahwa Tuhan tidak bersifat mutlak. Tuhan
telah membatasi kehendak mutlaknya dengan memberi kebebasan dan kesanggupan
kepada manusia yang secara bebas dapat dipergunakannya dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. Ia tidak mungkin menyimpang dari sunnatullah yang telah
ditetapkannya. Di dalam kandungannya arti bahwa Tuhan dengan kemauannya telah
membatasi kehendaknya dengan sunnatullah yan diciptakannya untuk mengatur alam.
5. Keadilan Tuhan
Karena memberikan daya besar pada akal
dan kebebasan manusia, Abduh mempunyai kecenderungan untuk memahami dan
meninjau alam bukan hanya dari segi kehendak mutlak Tuhan, melainkan juga dari
segi pandangan dan kepentingan manusia. Ia berpendapat bahwa alam ini
diciptakan untuk kepentingan manusia dan tidak satu pun ciptaan Tuhan tang
tidak membawa manfaat bagi manusia. Mengenai keadialan Tuhan, ia memandang
tidak hanya dari segi kesempurnaannya, tetapi juga dari pemikiran rasional
manusia. Sifat ketidakadilan tidak sejalan dengan kesempurnaan aturan alam
semesta.
6. Antropomorpisme
Karena itu Tuhan termasuk dalam alam
rohani, rasio tidak dapat menerima paham bahwa Tuhan mempunyai
sifat-sifatjasmani. Abduh memberi kekuatan besar pada akal, berpendapat bahwa
tidak mungkin esensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh
makhluk di alam ini. Kata-kata wajah,tangan dan sebagainya harus di pahami
sesuai dengan pengertian yang diberikan orang Arab kepadanya. Demikian
kata al-arsy dalam Al-Qur’an berarti kerajaan atau kekuasaan, kata al-kursy
berarti pengetahuan.
7. Melihat Tuhan
Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya,
apakah Tuhan yang bersifat rohani itu dapat di lihat oleh manusia dengan mata
kepalanya pada hari perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang
percaya pada tanzih sepakat mengatakan bahwa Tuhan tidak dapat di gambarkan
ataupun dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat Tuhan dianugrahkan
hanya kepada orang-orang tertentu di akhirat.
8. Perbuatan Tuhan
Karena berpendapat bahwa ada perbuatan Tuhan
yang wajib, Abduh sepaham dengan mu’tazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi
Tuhan untuk berbuat yang terbaik untuk manusia.