ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM MODERN (MUHAMMAD ABDUH DAN IQBAL)


               ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM MODERN
                   (MUHAMMAD ABDUH DAN IQBAL)
                           


A.    LATAR BELAKANG
Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama kali harus dikaji adalah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan akan diketahui watak dan nilai agama tersebut serta dampaknya bagi kehidupan. Sebab konsep ketuhanan merupakan titik sentral yang menjadi landasan dan sumber pemikiran serta tindakan, dan menjadi tujuan tempat kembali bagi pemeluk agama yang bersangkutan.
Dalam Islam kajan-kajian yang banyak membahas mengenai ketauhidan (ketuhanan) disebut Ilmu Kalam yakni meyakini Tuhan yang esa dan meyakini sifat-sifatNya. Allah SWT berfirman yang artinya; “Katakanlah Dia lah Allah yang Maha Esa(1) Allah tempat bergantung (2) Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan (3) dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia (4)” (QS. Al-ikhlas 1-4). Adapun hadits Nabi SAW tentang ilmu kalam yaitu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah bersabda”Orang-orang yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh  golongan.”
Pada saat ini paham aliran islam sudah mulai banyak bermunculan disekitar lingkungan kita yang terkadang dapat memicu pertikaian jika kita tidak bijaksana dalam menyikapinya. Pasca Rasulullah SAW wafat, mulai banyak aliran islam yang bermunculan dan itupun terus berlanjut beserta dengan perkembangan yang dialami oleh masing-masing aliran tersebut. Hingga pada masa modernpun aliran-aliran pemikiran Islam terus berkembang  dan bertambah.
Dalam makalah ini kami memaparkan mengenai ilmu kalam modern yang masih terasa perkembangannya saat ini. Fokus pembahasan kami pada makalah ini adalah pemikiran Muhammad Abduh dan Muhammad Iqbal, dimana pemikiran mereka telah membawa perubahan bagi perkembangan Islam dan tidak sedikit yang mengikutinya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Aamiin

B.     Rumusan Masalah
  1.   Apakah pengertian ilmu kalam modern?
  2. Bagaimana pemikiran kalam Muhammad Abduh?
  3. Bagaimana pemikiran kalam Muhammad Iqbal?


C.     Tujuan Penulisan Makalah

  1. Agar memahami makna dari ilmu kalam modern
  2. Mengenal sosok pembaharu Muhammad Abduh dan Muhammmad Iqba serta mengetahui pemikiran-pemikiran kalam keduanya.

 PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Istilah ilmu kalam terdiri dari dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu dalam Kamus Besar  Bahasa Indonesia, mengandung arti pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu.[1]Sedangkan kalam adalah Bahasa Arab yang berarti kata-kata. Walaupun dikatakan ilmu tentang kata-kata, namun ilmu ini tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan Ilmu Bahasa.Ilmu Kalam menggunakan kata-kata dalam menyusun argumen-argumen yang digunakannya. Oleh sebab itu kalam sebagai kata bisa mengandung arti perkataan manusia bisa pula perkataan Allah.
Dengan demikian secara definisi atau ta’rif Ilmu Kalam juga disebut dengan Ilmu Tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau Esa. Masalah keesaan Tuhan dalam pandangan islam, sebagai agama monoteisme, merupakan masalah pokok dalam akidah, dan masalah ini pulalah yang menjadi pembahasan terpenting dari Ilmu Tauhid.
Seiring dengan berjalannya waktu dari masa ke masa fenomena peradaban, kultural, dan realitas sosial akan mengalami perubahan. Apalagi dilihat dari pandangan ajaran islam sendiri, perubahan merupakan sunnatulah yang pasti terjadi dan tak bisa di hindari. Pemikiran-pemikiran islam, khususnya kalam dalam pertemuannya dengan peradaban barat melahirkan pembaharu-pembaharu yang akan menyikapi problematika tersebut.
B.     Pemikiran Muhammad Abduh

1.      Riwayat Singkat Muhammad Abduh



Muhammad Abduh lahir di Mahaalat Nasr, Mesir pada tahun 1849 dan wafat pada 1905. Ayahnya bernama Abduh Hasan Khairulah yang berdarah Turki yang lama menetap di Mesir. Ibunya berdarah Arab asli. Pendidikan awalnya dilakukan di rumah dengan membaca, menulis, dan menghafal Al-Qur’an. Dalam waktu yang relative singkat, yakni dua tahun Abduh remaja sudah hafal Al-Qur’an.
Pada 1862 ketika itu ia berusia 14 tahun ia dikirim ke Tanta untuk belajar agama, dua tahun kemudian ia merasa tidak mengerti apa-apa karena disanamenggunakan metode menghafal. Metode belajar sepeti ini sangat membosankan bagi Abduh remaja,lalu ia kembali ke kampung halaman. Pada tahun 1865 (usia 16 tahun). Baru empat puluh hari menikah, ia dipaksa untuk kembali belajar ke Tanta. Ia pun pergi,namun bukan ke Tanta. Dia bersembunyi disalah seorang pamannya, Syekh Darwish Khadr. Syekh Darwish Khadr tahu tentang keengganan Abduh untuk belajar, maka ia selalu membujuk pemuda itu supaya membaca buku bersama-sama. Setelah itu, Abduh pun berubah sikapnya sehingga kemudiania pergi ke Tanta untuk meneruskan pelajarannya.
Dari tahun 1869-1877 ia studi di Al-Azhar dan ia mendapatkan predikat “alim”. Disana ia bertemu dengan  jamaluddin al-Afghani dan menjadi muridnya yang paling setia. Pada 1879, Abduh dibuang keluar kota Kairo karena dituduh turut berperan dalam mengadakan gerakan Khadewi Taufik. Hanya setahun ia dibuang, pada tahun 1880 ia boleh kembali dan kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah Mesir. Diakhir tahun 1882, ia lagi-lagi dibuang. Tapi kali ini dibuang keluar negeri dan ia memutuskan pergi ke Beirut.
Baru setahun di Beirut, dia diundang oleh Jamaluddin al-Afghani supaya datang ke Paris guna membentuk gerakan al-Urwah al-Wasqa. Dari gerakan ini kemudian lahirlah majalah yang terkenal Al-Uswah al-Wutsqa. Sesudah itu kemudian ia kembali ke Beirut pada 1885 M. di Kota ini, ia pusatkan perhatiannya pada ilmu dan pendidikan. Ia mengajar di Madrasah Sultaniah tersebut menjadi dasar dari bukunya yang sangat terkenal, Risalah al-Tauhid.
Sekembalinya dari pembuangan, di akhir tahun 1888, ia mulai berkarir sebagai hakim Pengadilan Negeri dan kemudian menjadi penasihat Mahkamah Tinggi. Disela- sela kesibukannya sebagai hakim, ia berusaha memperbaiki pendidikan al-Azhar. Ia ingin membawa ilmu ilmu modern yang sedang berkembang di Eropa ke al-Azhar. Usahanya tidak berjalan mulus bahkan usahanya kandas. Banyak tantangan dari para ulama yang berpegang pada tradisi lama. Pada 1899, ia diangkat menjadi Mufti Mesir. Ditahun yang sama, ia juga diangkat menjadi anggota majlis syura.
2.      Pemikiran kalam Muhammad Abduh

a.       Kedudukan Akal dan fungsi wahyu
Muhammad Abduh berpendapat bahwa jalan yang dipakai untuk mengetahui Tuhan bukanlah melalui wahyu saja tetapi dengan akal. Dengan kekuatan akal yang ada dalam diri manusia, manusia berusaha mengetahui tentang adanya Allah. Pengetahuan yang sudah diperoleh oleh akal itu kemudian diperkuat dengan turunnya wahyu kepada umat manusia melalui perantara utusan Allah, yakni para Nabi dan Rasul. Sementara itu fungsi wahyu menurut Muhammad Abduh adalah meliputi memberi keyakinan kepada manusia bahwa jiwa akan terus hidup setelah tubuh jasmani hancur, menolong akal untuk mengetahui keadaan hidup manusia diakhirat dan memberi tuntunan cara bersyukur dengan tatacara beribadah. 
b.      Mengikis sikap jumud dan khurafat
Menurut Muhammad Abduh, penyebab kemunduran umat Islam pada akhir abad pertengahan adalah sikap jumud. Dalam sikap ini mengandung arti sikap membeku, statis, berpegang teguhu pada adat. Karena dipengaruhi sikap jumud umat islam tidak mau menerima perubahan.[2] Timbulnya sikap jumud berawal dari tradisi orang-orang non islam yang kemudian masuk Islam dengan tetap membawa adat istiadat dan membawa adat istiadat dan paham-paham animistis.
c.       Pintu ijtihad tidak tertutup
Muhammad Abduh pada mulanya bermazhab Maliki, tetapi di al-Azhar ia mempelajari Madzhab Hanafi. Ia menghargai semua madzhab, tetapi ia tidak mau terikat pada salah satu daripadanya. Madzhab menurut pendapatnya adalah jalan yang di tempuh ulama masa lalu dalam memahami Al-Qur’an dan Hadis.
Dalam sejarah pemikiran Islam, ijtihad telah banyak digunakan. Ijtihad dalam arti berusaha keras untuk mencapai atau memperoleh sesuatu. Dalam istilah fikih, ijtihad berarti berusaha keras untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama. Dr. Muhammad al – Ruwaihi juga menjelaskan bahwa di masa-masa akhir ini timbul berbagai pendapat tentang Islam, baik di Barat, Timur maupun Pada orang Arab serta orang Islam itu sendiri. “pendapat-pendapat orang itu merupakan ijtihad, baik secara perseorangan maupun secara kolektif,yang akan memperoleh pahala sesuai dengan benar atau salahnya ijtihad itu”. Ijtihad yang dimaksud Muhammad Abduh kelihatannya bukan sekedar fikih, tetapi dalam aspek-aspek lainnya sebagaimana ungkapan diatas.
d.      Pendidikan
Ide pembaharuan lainnya dalam bidang pendidikan ialah merombak sistem dualisme pendidikan. Menurutnya disekolah-sekolah umum harus diajarkan agama, sedangkan disekolah-sekolah agama harus diajarkan ilmu pengetahuan modern.
e.       Politik
Dalam bidang politik, Muhammad Abduh berpendapat bahwa kekuasaan negara harus dibatasi oleh konstitusi. Pemerintah wajib bersikap adil terhadap rakyat. Sebaliknya terhadap pemerintah yang adil rakyat harus patuh dan setia. Muhammad Abduh menghendaki kehidupan politik yang demokratis yang didasarkan atas musyawarah.
Karena menurutnya kepala negara adalah manusia biasa yang mempunyai nafsu, ia dapat berbuat salah. Untuk meluruskan kesalahan itu diperlukan kesadaran dan keberanianrakyat yang berfungsi sebagai alat control, ide ini menggambarkan bahwa Muhammad Abduh ingin menanamkan nilai-nilai demokratis di Mesir khususnya. Sikap demokratis akan melahirkan kebebasan berpikir dan bertindak yang pada perkembangan selanjutnya akan menumbuhkan sikap dinamisdan akan membuahkan kemajuan.

C.     Pemikiran Muhammad Iqbal

1.      Riwayat singkat Muhammad Iqbal



Nama lengkapnya adalah Muhammad Iqbal Muhammad Nur Muhammad Rafiq. Lahir pada tahun 1877 M, di Siyalkut di provinsi Punjab, India. Ayahnya adalah seorang sufi. Karena ayahnya mrlihat Muhammad Iqbal selalu membaca Al-Qur’an,Ayahnya berkata ”jika kamu ingin memahami Al-Qur’an, maka bacalah selalu Al-Qur’an. Saya melihat Al-Qur’an itu seperti diturunkan kepadamu.”
Guru dan teman ayahnya yang bernama Mir Hasan, memprediksi Muhammad Iqbal bahwa dirinya akan memperoleh masa depan yang cerah. Gurunya mengharapkan agar Muhammad Iqbal gemar mempelajari peradaban Islam dan memperkuatnya. Gurnya juga memperkuat dirinya dengan aqidah Islam yang benar. Dia masuk ke Universitas Lahore dan berhasil memperoleh ijazah S. 1 dan S. 2. Gelar Doktornya dalam bidang filsafat diperoleh dari Universitas Cambridge di London. Dia juga memperoleh sertifikat Advokasi dari Universitas London. Kemudian dia berprofesi sebagai pengacara di negaranya.
Dia adalah ketua Organisasi Perlindungan Islam dan ketua Partai Muslim India dan orang yang pertama kali mengusulkan agar orang-orang  Islam memisahkan diri dari pemerintahan orang-orang Hindu. Setelah itu, dia diangkat sebagai dosen mata kulian filsafat di Fakultas Oriental (yang mempelajari kebudayaan dan Bahasa negara-negara Timur) Universitas Lahore.
Pada tahun 1962, dia terpilih sebagai anggota Legislatif di provinsi Punjab dari Partai Persatuan Islam. Dia mempunyai ide untuk membagi India berdasarkan Agama, Bahasa, dan ras. Dia sangat menginginkan berdirinya negara Pakistan yang berdasar Islam dan bebas dari intervensi pemerintah India. Cita-citanya tersebut terlaksana setelah lima tahun dari kematiannya.
2.      Pemikiran kalam Muhammad Iqbal
Dalam pandangan Iqbal, Islam mengajarkan dinamisme yang didalamnya terdapat dinamika gerak. Selanjutnya Iqbal menekankan bahwa konsep Islam mengenai alam adalah dinamis dan senantiasa berkembang. Gerak yang dinamis itulah yang menjadi titik sentral perubahan yang terdapat di tengah alam semesta. Secara tegas Iqbal mengatakan bahwa intisari hidup adalah gerak, hukum hidup ialah mencipta. Dengan elan vital seperti itu Iqbal kemudian menyindir kondisi umat Islam di masanya dengan mengatakan : “Kafir yang aktif lebih baik dari Muslim yang suka tidur”.
Konsep lama yang mengajarkan bahwa alam bersifat statis ditolak oleh Iqbal. Menurut Iqbal gerak alam yang selalu berubah adalah keniscayaan yang dapat dijadikan pengajaran bagi orang-orang yang berakal. Sementara itu, Al-Qur’an mendorong dengan sangat kuat agar akal digunakan untuk membaca tanda atau ayat yang ada di tengah alam semesta.
Sebagaimana pandangan mayoritas ulama , beliau membagi kualifikasi ijtihad ke dalam tiga tingkatan, yaitu :
·         Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara praktis hanya terbatas pada pendiri madzhab-madzhab saja.
·         Otoritas relative yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu madzhab
·         Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hukum dalam kasus-kasus tertentu dengan tidak terikat pada ketentuan-ketentuan pendiri madzhab.[3]
a.       Hakikat Teologi
Secara umum beliau melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan, mendasarkan pada esensi tauhid (universal dan inklusivistik). Didalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa “persamaan, kesetiakawanan, dan kebebasmerdekaan”. [4]Pandangan nya tentang ontology teologi membuatnya berhasil melihat anomaly (penyimpangan) yang melekat pada literature ilmu klasik.[5]
b.      Pembuktian Tuhan
Dalam membuktikan eksistensi Tuhan, beliau menolak argument kosmologis maupun ontologis. Beliau juga menolak argument teologis yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar. Walaupun demikian, beliau menerima landasan teologis. Untuk menopang hal ini beliau menolak pandangan Whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran dinamis yang tidak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan beliau dalam “jangka waktu murni”-nya Bergson, yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam “jangka waktu murni”, ada perubahan, tetapi tidak ada suksesi (penggantian).[6]
b.       Jati diri manusia
Paham dinamisme beliau berpengaruh besar terhadap jati diri manusia. Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu diartikan dengan kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukan jiwa sehingga fana dengan Allah.[7]
c.      Dosa

Beliau secara tegas menyatakan dalam seluruh kualitasnya bahwa Al-Qur’an menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam hubungan ini, beliau mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam (karena memakan buah terlarang) sebagai kisah yang berisi pelajaran tentang “kebangkitan manusia dari kondisi primitifyang dikuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan kepribadian bebas yang di perolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang” dan ‘Timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memiliki”.[8]
d.       Surga dan Neraka

Surga dan Neraka, kata beliau adalah keadaan bukan tempat. Gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam Al-Qur’an adalah penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya. Neraka, menurut rumusan Al-Qur’an adalah “Api Allah yang menyala-nyala dan yang membumbung keatas hati”, pernyataan yang menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan manusia karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang menuju kepada perpecahan.[9]
  
 SIMPULAN DAN SARAN
A.    Simpulan
ilmu kalam modern adalah sebuah sudut pemikiran dalam agama islam yang dibangun diatas keyakinan bahwa kemajuan ilmiah dan wawasan modern mengharuskan reinterpretasi atau pemahaman ulang terhadap berbagai doktrin ajaran agama tradisional.
Pemikiran kalam Muhammad Abduh yaitu jalan yang dipakai untuk mengetahui Tuhan bukanlah melalui wahyu saja tetapi juga dengan akal. Bahkan lebih jauh lagi Muhammad Abduh berpendapat bahwa :
1.      Tuhan dan sifat-sifatNya
2.      Keberadaan hidup Akhirat
3.      Kebahagiaan jiwa diakhirat
4.      Kewajiban manusia mengenal Tuhan
5.      Kewajiban manusia untuk berbuat baik menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan di akhirat.

Sedangkan pemikiran kalam Muhammad Iqbal lebih menekankan bahwa konsep Islam mengenai alam adalah dinamis dan senantiasa berkembang .Secara tegas Iqbal mengatakan bahwa intisari hidup adalah gerak, konsep lama yang mengajarkan bahwa alam bersifat statis ditolak oleh Iqbal. Menurut Iqbal gerak alam yang selalu berubah adalah keniscayaan yang dapat dijadikan pengajaran bagi orang-orang yang berakal.
B.     Saran

1.      Umat Islam memang harus dinamis karena dengan dinamis (mengikuti perkembangan zaman) Islam bisa berkembang dan maju. Namun dalam bersifat dinamis tidak boleh sampai merubah kemurnian ajaran agama islam, pemikiranlah yang harus dinamis untuk bisa mendakwahkan ajaran agama dengan mengikuti perkembangan zaman. Dan tetaplah mengacu pada sumber hukum Al-Qur’an dan As Sunnah.
2.      Pendidikan Agama yang diajarkan di perguruan tinggi menjadi hal penting yang harus di perhatikan pada masa ini, karena para mahasiswa/ i yang duduk dibangku perkuliahan akan menjadi tokoh muslim besar dimasa yang akan datang.
3.      Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, pembaca pasti menemukan banyak kesalahan dalam sistematika penulisan, ataupun isi materi, maka penulis memohon maaf serta mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun demi meningkatkan kedisiplinan kami dalam penulisan karya ilmiah berikutnya.























DAFTAR PUSTAKA
·         Basyir, Abu Umar. 2004. Modernisasi Islam Membedah Pemikiran Jamaluddin al Afghani Hingga Islam Liberal. Jakarta: Darul Haq
·         Harahap, Khoirul Amru dan Faozan. 2008. Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
·         Rusli, Ris’an. 2013. Pembaharu Pemikiran Modern Dalam Islam. Jakarta : RajaGrapindo Persada
·         Yusuf, M.Yunan.2014. Alam Pikiran Islam Pikiran Kalam. Jakarta:  Prenadamedia group.
·         Ilhamassuyuthi. (2016). “Aliran-aliran ilmu kalam modern Muhammad Abduh & Muhammad Iqbal”. [Online]. Tersedia: https://ilhamassuythi.blogspot.com [06 November 2016].








[1][1] Pusat Bahasa, Kamus Umum Bahasa Indonesia
[2]Harun Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia, hlm. 7.
[3]Abdul Rozak, ilmu kalam..,hal. 221
[4]Muhammad Iqbal, the Recontraction…, hal. 154
[5]Abdul Rozak, Ilmu Kalam…, hal 222
[6]Ibid, hal. 223
[7]Azzam, Iqbal…hal. 56
[8]H.A.R. Gibb, Aliran-Aliran Modern Dalam Islam, terj. Machnum Husein,( Jakarta: Rajawali Press, 1995), hal. 131-132
[9]Ibid, hal. 133-134

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM MODERN (MUHAMMAD ABDUH DAN IQBAL)"

Post a Comment