DEFINISI TASAWUF



Pengertian akhlaq dan tasawuf

Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkahlaku dan tabi’at. Sinonim kta akhlak adalah budi pekerti, tata krama, sopan santun, moral dan etika. Sedangkan akhlak menurut istilah sebagaimana di ungkapkan oleh Imam Al-Ghazali adalah sebagai berikut : akhlak adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seorang manusiayang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakuan dengan mudah dan sopan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila naluri tersebut melahirkan suatu tindakan dan kelakuan yang baik dan terpuji menurut akal dan agama, maka disebut budi pekerti yang baik. Namun sebaliknya bila melahirkan tindakan dan kelakuan yang jahat maka disebut budi pekerti yang buruk.Imam Al Ghazali menekankan, bahwa akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, yang dapat dinilai baik atau buruk,  dengan menggunakan ukuran ilmu-pengetahuan dan norma agama.
Tasawuf menurut beberapa ahli:

  • Imam Junaid dari Baghdad (w. 910) mendefinisikan tasawuf sebagai  mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah. Atau keluar dari budi perangai yang tercela dan masuk kepada budi perangai yang terpuji. 
  • Syekh  Abul Hasan Asy Syadzili (w.1258), syekh sufi besar dari Arika Utara, mendefinisikan tasawuf sebagai praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan.
  • Ibn Khaldun mendifinisaikan tasawuf adalah semacam ilmu syar’iyah yang timbul kemudian dalam agama. Asalnya ialah bertekun ibadah dan memutuskan pertalian dengan segala selain Allah, hanya menghadap kepada Allah semata. Menolak hiasan-hiasan dunia, serta membenci perkara-perkara yang selalu memperdaya orang banyak, kelezatan harta-benda, dan kemegahan. Dan menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalwat dan ibadah”.
  • Ibnu Maskawayh mengatakan akhlak ialah suatu keadaan bagi diri atau jiwa yang mendorong (diri atau jiwa itu) untuk melakukan perbuatan dengan senang tanpa didahului oleh daya pemikiran kerana sudah menjadi kebiasaan.
  • Harun Nasution dalam bukunya “falsafat dan Mistisme dalam islam” menjelaskan bahwa, tasawuf merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang islam bisa sedekat mungkin dengan tuhan.
  • Amin syukur mendefinisikan tasawuf sebagai sistem latihan dengan kesungguhan (riyadhah mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi dan memeperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub) sehingga segala perhatian hanya tertuju kepada Nya.

Jadi, tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi. Dari definisi tentang tasawuf di atas diperhatikan dan dipahami secara utuh, maka akan tampak selain berorientasi spiritual, tasawuf juga berorientasi moral. Dan dapat disimpulkan bahwa basis tasawuf ialah penyucian hati dan penjagaannya dari setiap cedera, dan bahwa produk akhirnya ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan Allah. Dengan demikian, sufi adalah orang yang telah dimampukan Allah untuk menyucikan hati dan menegakkan hubungannya dengan Dia dan ciptaan-Nya dengan melangkah pada jalan yang benar, sebagaimana dicontohkan dengan sebaik-baiknya oleh Nabi Muhammad SAW SAW.

Pertumbuhan dan perkembangan tasawuf pada abad I sampai IV

Jauh sebelum lahirnya agama islam, memang sudah ada ahli mistik yang menghabiskan masa  hidupnya dengan mendekatkan diri kepada tuhan-NYA; antara lain terdapat pada india kuno yang beragama hindhu maupun budha.  Karena ahli mistik orang-orang india selalu berpakaian dengan menutup sebagian badannya. kemudian terlihat lagi ahli mistik orang orang kristen yang selalu mendekatkan diri kepada tuhanNYAdengan tata cara yang tidak jauh berbeda dengan tata cara zuhud dikalangan shufi orang orang muslim yang hidup setelahnya. Oleh karena itu, ada peneliti yang menganggapnya  bahwa ajaran-ajaran tasawuf dalam islam, merupakan pelestarian dari ajaran mistik yang hidup sesudahnya. Meskipun tasawuf islam dilatar-belakangi oleh berbagai kegiatan mistik yang berkembang sebelumnya dan kemiripan dalam ajarannya, tetapi tidak berarti bahwa hal itu merupakan kelanjutan dari ajaran mistik sebelumnya, sebab tasawuf islam itu sendiri bersumber dari al qur’an dan hadist rasulullah SAW. Dapat di kemukakan beberapa nash dalam al qur’an yang mengandung ilmu tasawuf yaitu surat Al-hadid ayat 20:

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.

Dan dalam sebuah Hadits:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّقُوا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُورِ اللَّهِ
Artinya: Bersabda rasulullah SAW. : takutilah firasat orang mukmin, karena ia dapat memandang dengan nur (petunjuk Allah). H.R bukhary, yang bersumber dari abi sa’id Al-khudriyyi.

Benih – benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan Nabi SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan pribadi Nabi Muhammad SAW. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari –hari ia berkhalwat di gua Hira terutama pada bulan Ramadhan. Disana Nabi banyak berdzikir bertafakur dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Pengasingan diri Nabi di gua Hira ini merupakan acuan utama para sufi dalam melakukan khalwat. Sumber lain yang diacu oleh para sufi adalahkehidupan para sahabat Nabi yang berkaitan dengan keteduhan iman, ketaqwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur. Oleh sTasawuf berasal dari kehidupan Rasulullah. Berkatalah Syeh Abdul Baqy Surur, bahwa tahannus Rasulullah di Goa Hira, merupakan cahaya-cahaya pertama dan utama bagi nur tasawuf atau itulah benih-benih pertama bagi kehidupan rohaniyahyang disebut dengan ilham hati atau renungan-renungan rohaniyah.

Pada abad pertama dan kedua Hijriyah

Dalam hal ini, maka ahli-ahli tasawuf memandang pekerjaan Rasulullah sehari-hari merupakan dasar ilmu tasawuf. Oleh karena itu mereka memandang Rasulullah imam besar dan guru pertama dari tasawuf.    Abad 1 H bagian kedua Hasan Basri dengan ajaran khouf tampilnya guru-guru yang lain yang dinamakan qori’ mengadakan gerakan yang memperbaharui hidup kerahanian dikalangan kaum muslimin. Telah dianjurkan mengurangi makan, menjauhkan diri dari karamain duniawi, mencela dunia. Anjuran tersebut menyimpulakan bibit tasawuf sudah ada sejak itu. Abad II H tasawuf tidak banyak berbeda dengan abad sebelumnya. Persamaannya terdapat dalam corak kezuhudan, namun penyebabnya berbeda. Penyebab pada abad ini adalah adanya kenyataan pendangkalan ajaran agama dan formalisme dalam melaksanakan syariat agama. Abu al-wafak menyimpulkan zuhud islam abad 1 dan 2 H mempunyai karakter yaitu:
  • Menjauhkan diri dari dunia menuju akhirat yang berakal pada nas agama, yang dilator belakangi sosio-politik.
  • Masih bersifat praktis.
  • Motif zuhutnya adalah rasa takut.
  • Menjelang akhir abad 2 H, sebagian zahid menandai analisis yang dipandang sebagai fase pendahuluan   tasawuf atau cikal bakal pendirita sawuf falsafi abad III dan IV H.
  1. Aliran Madinah. Para sufi berpegang teguh pada Al-qur’an dan sunah,menetapkan Rasulullah sebagai panutan kezuhudannya. Sahabat yang mengikuti Rasulullah bertasawuf pada abad ini adalah:
  •  Abu bakar Ash shidiq (W.13H)
  • Umar bin khatab (W.23H)
  • Ustman bin Affan (W.35H)
  • Ali bin Abi Thalib (W.40H)
  • Salman Al-farisi (W.32H)
  • Abu Dzar Al-Ghifary (W.22H)
  • Ammar bin Yasir (W.37H)
  • Hudzaifah bin Al-Yaman (W.36H)
  • Al-Miqdad bin Al-aswad (W.33H)                                                                                                                                                                                                                                                      2. Aliran Bashrah. Louis masignan mengemukakan bahwa pada abad 1 dan 2 H terdapat 2 aliran asketisme islam yang menonjol yaitu basrah dan khufah. Dengan tokoh sufi dari aliran basrah :
  • Al-Hasan Al-Bashry (22 H-110 H)
  • Rabiah Al-adawiyah (96 H-185 H)
  • Malik bin Damar (w.131 H)
          3.Aliran Khufah. Aliran ini bercorak idealistis, menyukai hal-hal aneh dalam nahwu, imajinasi             dalam puisi, harfiah dalam hadist, dan kecenderungan pada aliran syi’ah dan murji’ah. Tokoh-             tokohnya:
  • Sufyan Ats Tsaury (97H-161H)
  • Ar-rabi’ bin Khatsim (W.67H)
  • Sa’id bin Jubair (W.95H)
  • Thawus bin Khisan (W.106H)

         4.Aliran Mesir

  • Salim bin ‘Atar At-Tajibi (W.75H)
  • Abdurrahman bin Hujairah (W.69H)
  • Nafi’ (W.117H)
  • Al-laits bin Sa’ad (W.175H)
  • Hayah bin Syuraih (W.158H)
  • Abdullah bin Wahab (W.197H)

Sebab itu setiap orang yang meneliti kehidupan kerohanian dalam Islam tidak dapat mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan sufi di abad – abad sesudahnya.

Pada Abad ke-III dan ke-IV  Hijriyyah

Tasawuf pada abad ke III dan ke IV hijriyah sudah mempunyai corak yang berbeda dengan tasawuf pada abad sebelumnya. Wacana tentang zuhud mulai digantikan oleh tasawuf. Ajaran para sufi ini pun tidak lagi terbatas pada promosi gaya hidup zuhud belaka. Pada abad ini tasawuf sudah bercorak kefana’an (ekstase) yang menjurus pada persatuan hamba dengan sang khaliq. Orang sudah ramai membahas tentang lenyap dalam kecintaan (fana’ fi al-mahbub), bersatu dengan kecintaan (ittihad bi al-mahbub), kekal dengan tuhan (baqa’ bi al-mahbub), menyaksikan tuhan (musyahadah), bertemu dengan-Nya (liqa’), dan menjadi satu dengan-Nya (‘ain al-jama’) seperti yang diungkapkan oleh Abu  Yazid Al-Bushthami (261 H), seorang sufi dari persia yang pertama kali menggunakan istilah fana’  (lebur atau hancur perasaan) sehingga dia dianggap sebagai peletak batu pertama dalam aliran ini. Nicholson mengatakan bahwa Abu Yazid mendapat julukan sebagai pendiri tasawwuf yang berasal dari Persia, yang memasukkan ide wahdah al-Wujud sebagai pemikiran orisinil dari timur sebagaimana theosofi merupakan kekhususan pemikiran Yunani (Nicholson, 1969).  Sesudah Abu Yazid al-Busthami, lahirlah seorang sufi kenamaan, yakni al-Hallaj (w. 309 H) yang menampilkan teori al-Hulul (inkarnasi Tuhan). Al-Thusi dalam al-Lukman (1960) menyatakan bahwa hulul ialah Allah memilih suatu jisim yang ditempati makna rububiyyah, maka leburlah makna basyariyyah. Pada akhir abad III orang berlomba - lomba menyatakan dan mempertajam pemikirannya tentang kesatuan penyaksian  (wahdah al-syuhud), kesatuan kejadian (wahdat al-wujud), kesatuan agama – agama (wahdat al-adyan), berhubungan dengan Tuhan (ittishal ), keindahan dan kesempurnaan Tuhan (jamal dan kamal), manusia sempurna (insan kamil), yang kesemuanya itu tidak mungkin dicapai oleh para sufi kecuali dengan latihan yang teratur (riyadhah). Kemudian datanglah Junaidi al-Baghdady meletakkan dasar – dasar ajaran tasawwuf dan thariqah, cara belajar dan mengajar ilmu tasawwuf, syekh, mursyid, murid dan murad, sehingga mendapat predikat Syekh al-Thaifah (ketua rombongan suci). Dengan demikian, tasawuf abad III dan IV H sudah sedemikian berkembang, sehingga sudah merupakan mazhab. Menurut Abu al-Wafa, tasawuf pada abad – abad ini telah mencapai peringkat tertinggi dan terjernih, dan mereka menjadi tokoh – tokoh panutan para sufi sesudahnya (Abu al-Wafa, 1970). Pada abad III dan IV ini, terdapat dua aliran. Pertama, aliran tasawuf sunni  yaitu aliran tasawuf yang memagari dirinya dengan al-Qur’an dan al-Hadits secara ketat, serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan maqamat (tingkatan rohaniyah) mereka kepada kedua sumber tersebut. Kedua, aliran tasawuf “semi falsafi”, dimana para pengikutnya cenderung pada ungkapan – ungkapan ganjil (syathahiyat) serta bertolak dari keadaan fana’ menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan (ittihad atau Hulul) (Abu al-Wafa, 1970).

DAFTAR PUSTAKA

Bagir, Haidar. Buku Saku Tasawuf. Bandung: Mizan. 2005.
Hamka, Tasauf perkembangan dan pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1994.
Ibrahim, Muhammad Zaki. Taswuf Hitam Putih. Solo: Tiga Serangkai. 2004.
Meier, Fritz. Sufisme: Merambah ke dunia mistik islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,. 2004.
Syukur, M. Amin. Menggugat Tasawuf . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1999.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "DEFINISI TASAWUF"

Post a Comment