JUNAID AL-BAGHDADY


RIWAYAT HIDUP


Al-Junaid bin Muhammad bin al-Junaid Abu Qasim al-Qawariri al-Khazzaz al-Nahawandî al-Baghdadi al-Syafi'i adalah seorang ulama sufi dan wali Allah yang paling menonjol namanya di kalangan ahli-ahli sufi. Tahun kelahiran Imam Junaid tidak dapat dipastikan. Tidak banyak dapat ditemui tahun kelahiran beliau pada biografi lainnya. Beliau adalah orang yang terawal menyusun dan memperbahaskan tentang ilmu tasauf dengan ijtihadnya. Banyak kitab-kitab yang menerangkan tentang ilmu tasawuf berdasarkan kepada ijtihad Imam Junaid Al-Baghdadi. 

Kehidupan tasawuf yang dilakukan seseorang merupakan jalan penyucian hati dan jalan kekhusyukan untuk mengingat Dia. Berhubungan dengan kekhusyukan, Syaikh Junayd al-Baghdadi juga mengatakan,“Tuhan menyucikan ‘hati’ seseorang menurut kadar kekhusyuknya dalam mengingat Dia.”

Sejak kecil, Imam Junayd terkenal sebagai orang yang cerdas, sehingga sangat mudah dan cepat belajar ilmu-ilmu agama dari pamannya. Karena kecerdasannya itu, ketika berumur tujuh tahun, Imam Junayd telah diuji oleh gurunya dengan sebuah pertanyaan tentang makna syukur. Dengan tenang dan tangkas, ia menjawab pertanyaan tersebut, "Jangan sampai Anda berbuat maksiat dengan nikmat yang telah diberikan Allah SWT.” Itulah jawaban yang singkat dari Imam Junayd.

Kehidupan Imam Junayd al-Baghdadi,di samping sebagai sufi yang senantiasa mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya, ia juga sebagai pedagang yang meneruskan usaha ayahnya, yaitu sebagai pedagang barang pecah-belah di pasar tradisional. Selesai berdagang, beliau ke rumah dan mampu mengerjakan shalat dalam waktu sehari semalam sebanyak empat ratus raka'at.

Disamping itu, Imam Junayd memiliki sifat tegas dalam pendirian. Itu terlihat ketika ia menandatangani surat kuasa untuk menghukum mati muridnya sendiri, Husayn ibn Mansur al-Hallaj (w. 309 H/922 M), sufi pencetus konsep Hulul. Dalam surat kuasa itu, ia menulis dengan tegas, “Berdasarkan syari'at, ia (al-Hallaj) bersalah, tetapi menurut hakikat, Allah Yang Maha Mengetahui.”

Pada akhir perjalanan hidupnya, ia diakui banyak muridnya sebagai imam. Sehubungan dengan itu, dalam pandangan Sa’id Hawwa, seorang tokoh sufi kontemporer, ada beberapa sufi yang dapat diterima oleh umat Islam, salah satunya adalah Imam Junayd al-Baghdadi ini, di samping tokoh-tokoh lain, seperti al-Ghazali (w.505 H/1111 M). Imam Junayd meninggal dunia pada Jumat, 298 H / 910 M (versi lain: 297 H/910 M) dan dimakamkan di dekat makam pamannya sekaligus gurunya, Syaikh Sari as-Saqati, di Baghdad.

Dari surat-suratnya atau risalah-risalah singkatnya dan keterangan dari para sufi serta penulis biografi sufi sesudahnya, dapat dipandang bahwa jalan hidup Imam Junayd al-Baghdadi merupakan perjuangan yang permanen untuk kembali ke “Sumber” segala sesuatu, yakni Tuhan. Bagi al-Junayd al-Baghdadi, cinta spiritual (mahabbah) berarti, “Sifat-sifat Yang Dicintai menggantikan sifat-sifat pencinta.”

Imam Junayd memusatkan semua yang ada dalam pikirannya, semua kecenderungannya, kekagumannya, dan semua harapan dan ketakutannya, hanya kepada Allah SWT. Untuk itulah, dengan paham-paham ketasawufannya, ia sering dipandang sebagai seorang syaikh sufi yang kharismatik di kota Baghdad. Banyak tarekat sufi yang silsilahnya melalui Imam Junayd.

Imam Junayd terkenal sebagai tokoh sufi yang sangat konsen dengan dunia tasawuf yang digelutinya. Bahkan bagi beliau tidak ada ilmu di dunia ini yang lebih tinggi dari tasawuf. Dalam hal keteguhan pada tasawuf inilah beliau mengatakan, “Apabila saya mengetahui ilmu yang lebih besar dari tasawuf, tentulah saya pergi mencarinya, sekalipun harus dengan cara merangkak.”

Setiap malam beliau berada di masjid besar Baghdad untuk menyampaikan kuliahnya. Ramai penduduk Baghdad datang masjid untuk mendengar kuliahnya sehingga penuh sesak. Imam Junaid hidup dalam keadaan zuhud. Beliau redha dan bersyukur kepada Allah SWT dengan segala nikmat yang dikurniakan kepadanya. Beliau tidak pernah berangan-angan untuk mencari kekayaan duniawi dari sumber pekerjaannya sebagai peniaga.
Beliau akan membahagi-bahagikan sebahagian dari keuntungan perniagaannya kepada golongan fakir miskin, peminta dan orang-orang tua yang lemah.

Al-Junaid dikenal sebagai tokoh sufi yang sangat menekankan pentingnya keselarasan antara praktik dan doktrin tasawuf dengan kaidah-kaidah syari’at. Salah satu ungkapan Al-Junaid tentang ilmu tasawuf yang dikutip oleh al-Kūrânī dalam Itḥâf al-dhakī adalah ucapannya: “pengetahuan kami ini terlepas dari al-Qur’an dan al-Sunnah.” Dengan ini mengindikasikan bahwa ajaran tasawuf menurut Al-Junaid haruslah tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.

Akhirnya kekasih Allah itu telah menyahut panggilan Ilahi pada 297 Hijrah. Imam Junaid telah wafat di sisi As-Syibli, seorang daripada muridnya. Ketika sahabat-sahabatnya hendak mengajar kalimat tauhid, tiba-tiba Imam Junaid membuka matanya dan berkata, "Demi Allah, aku tidak pernah melupakan kalimat itu sejak lidahku pandai berkata-kata."


BERTASAWUF SUNNAH RASULULLAH SAW



Imam Junaid seorang yang berpegang kuat kepada al-Quran dan as-Sunnah. Beliau sentiasa merujuk kepada al-Quran dan sunnah Rasulullah saw dalam setiap pengajiannya.
Beliau pernah berkata:
"Setiap jalan tertutup, kecuali bagi mereka yang sentiasa mengikuti perjalanan Rasulullah saw. Sesiapa yang tidak menghafal al-Quran, tidak menulis hadis-hadis, tidak boleh dijadikan ikutan dalam bidang tasawuf ini."

KARAMAH

Imam Junaid mempunyai beberapa kelebihan dan karamah. Antaranya ialah berpengaruh kuat setiap kali menyampaikan kuliahnya. Kehadiran murid-muridnya di masjid, bukan saja terdiri daripada orang-orang biasa malah semua golongan meminatinya.
Masjid-masjid sering dipenuhi oleh ahli-ahli falsafah, ahli kalam, ahli fiqih, ahli politik dan sebagainya. Namun begitu, beliau tidak pernah angkuh dan bangga diri dengan kelebihan tersebut. 

Bagi kalangan umat Muslim yang akrab dengan dunia tasawuf, tentu nama Syekh Abul Qasim Junaid al-Baghdadi sudah tak lagi asing di telinga mereka. Bagaimana tidak, ia begitu terkenal akan kewaliannya. Sampai-sampai, setiap kali membaca hadrah (pembacaan Surat Al Fatihah sebelum melakukan amalan mujahadah) para salik—sebutan bagi orang yang telah menempuh jaan tarekat—selalu mengkhususkan penyebutan nama Abul Qasim Junaid Al-Baghdadi tepat setelah penyebutan nama Suthanul Auliya' Syekh Abdul Qodir Al Jilani, sang raja wali.

Lantas, bagaimanakah sejarah kewaliannya hingga ia begitu masyhur, terkenal sebagai kekasih Allah?

Ternyata, ia sebenarnya merupakan seorang pegulat tangguh tak terkalahkan pada masanya. Ia juga sangat ditakuti oleh para lawannya. Hingga suatu ketika, sang raja pada masa itu mengadakan sayembara bahwa siapa saja yang dapat mengalahkan Abul Qasim akan mendapatkan hadiah yang begitu banyak.

Sayembara tersebut akhirnya terdengar juga oleh seorang lelaki paruh baya di salah satu sudut Kota Baghdad. Ia adalah seorang keturunan Rasulullah Muhammad sallallahu 'alaihi wasalam yang hidupnya begitu memprihatinkan. Sudah beberapa hari terakhir, keluarganya tak makan. Usianya juga sudah cukup tua, kira-kira 65 tahun. Namun, hal itu tak menciutkan nyalinya untuk mengikuti sayembara melawan Abul Qasim. Karena ia memiliki cara tersendiri.

Hari pertarungan telah tiba. Hingga saat itu, anehnya tidak ada seorang pun yang berani mendaftar melawan Abul Qasim. Maklum, seluruh penduduk kota sudah mengerti kehebatan Abul Qasim dalam bergulat. Mereka lebih memilih nyawa mereka daripada harus mati konyol demi memimpikan hadiah sayembara dari raja. Berbeda dengan lelaki dzurriyah rasul itu, ia tak gentar sama sekali. Demi keluarga yang sudah beberapa hari tak makan, ia rela mengorbankan nyawanya.

Saat ia mulai beradu pandang dengan Abul Qasim, saat melakukan penghormatan salam sebelum bertarung ia berbisik kepada Abul Qasim:

"Wahai Abul Qasim, aku tahu bahwa engkau adalah pegulat terhebat di kota ini. dan aku pun yakin bahwa aku tak akan mampu mengalahkanmu. Namun, tahukah engkau mengapa aku berani bertarung denganmu. Aku adalah cucu Rasulullah, namun kelurgaku sedang tertimpa kesusahan. Sudah beberapa hari terakhir aku dan kelurgaku tak mampu makan. Maka dari itu, aku memohon kepadamu agar engkau bersedia berlagak kalah hingga akhirnya hadiah sayembara itu ku dapat dan kelurgaku dapat makan.” 

Mendengarnya, Abul Qasim begitu prihatin. Ternyata ada juga keturunan Rasulullah yang seperti itu. Akhirnya, dengan niatan memuliakan anak-cucu Rasulullah, ia turuti permohonan lelaki itu. Dan benar, lelaki tersebut sukses memenangkan sayembara dan kemudian membawa pulang hadiahnya untuk keluarga. 

Sedang Abul Qasim harus menanggung malu bahwa pegulat terhebat di kota itu telah dikalahkan hanya dengan pukulan lelaki tua usia 65 tahun. Tapi hal itu tak membuat hati Abul Qasim kecewa sedikit pun. Ia justru bersyukur sudah dapat membantu cucu Nabi. Meskipun orang-orang sekota menghujatnya karena memang tidak tahu dan Abul Qasim pun merasa hal ini tidak perlu diberitahukan.

Hingga suatu malam yang indah, Abul Qasim  bermimpi ditemui oleh seorang lelaki yang ketampanannya tak dapat tergambarkan oleh kata-kata. Ia begitu penuh dengan cahaya. Namun, keteduhan wajahnya dan kewibawaannya tak membuat mata silau melihat pancaran cahaya dari dalam manusia terbaik sepanjang masa. Ya, ternyata ia adalah Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaih wasallam.

Dalam mimpinya itu, sang rasul berkata pada Abul Qasim bahwa mulai malam itu ia diangkat oleh Allah derajatnya menjadi waliyullah, kekasih Alah. Bukan karena kekuatannya, melainkan karena ia telah rela menolong dzurriyah rasul, anak-cucu keturunan sang utusan terkasih Allah, Muhammad sallallahu 'alaihi wasalam.


WANITA CANTIK

Setiap insan yang ingin mencapai keredhaan Allah selalunya menerima ujian dan cabaran. Imam Junaid menerima ujian daripada beberapa orang musuhnya setelah pengaruhnya meluas. Mereka telah membuat fitnah untuk menjatuhkan imej Imam Junaid.
Musuh-musuhnya telah bekerja keras menghasut khalifah di masa itu agar membenci Imam Junaid. Namun usaha mereka untuk menjatuhkan kemasyhuran Imam Junaid tidak berhasil.

Musuh-musuhnya berusaha berbuat sesuatu yang boleh memalukan Imam Junaid. Pada suatu hari, mereka menyuruh seorang wanita cantik untuk memikat Imam Junaid. Wanita itu pun mendekati Imam Junaid yang sedang tekun beribadat. Ia mengajak Imam Junaid agar melakukan perbuatan terkutuk.

Namun wanita cantik itu hanya dikecewakan oleh Imam Junaid yang sedikitpun tidak mengangkat kepalanya. Imam Junaid meminta pertolongan dari Allah agar terhindar daripada godaan wanita itu. Beliau tidak suka ibadahnya diganggu oleh sesiapa. Beliau melepaskan satu hembusan nafasnya ke wajah wanita itu sambil membaca kalimah Lailahailallah. Dengan takdir Tuhan, wanita cantik itu rebah ke bumi dan mati.

Khalifah yang mendapat tahu kematian wanita itu telah memarahi Imam Junaid kerana menganggapnya sebagai suatu perbuatan jinayah.

Lalu khalifah memanggil Imam Junaid untuk memberikan penjelasan di atas perbuatannya. "Mengapa engkau telah membunuh wanita ini?" tanya khalifah.
"Saya bukan pembunuhnya. Bagaimana pula dengan keadaan tuan yang diamanahkan sebagai pemimpin untuk melindungi kami, tetapi tuan berusaha untuk meruntuhkan amalan yang telah kami lakukan selama 40 tahun," jawab Imam Junaid.
HIKAYAT PENGEMIS


Suatu hari Imam Junaid al-Baghdadi duduk-duduk di Masjid asy-Syuniziyyah. Bersama penduduk Bagdad lainnya ia menunggu beberapa jenazah yang hendak mereka shalati. Di depan mata Imam Junaid, seseorang yang tampaknya ahli ibadah terlihat sedang meminta-minta.

"Andai saja orang ini mau bekerja hingga terhindar dari perbuatan meminta-minta tentu lebih bagus," kata Imam Junaid dalam hati.

Kondisi aneh terasa ketika Imam Junaid pulang dari masjid itu. Ia punya rutinitas shalat dan munajat sampai menangis tiap malam. Tapi, kali ini ia benar-benar sangat berat melaksanakan semua wiridnya. Ulama yang juga biasa disapa Abul Qasim ini hanya bisa begadang sambil duduk hingga rasa kantuk menaklukannya. Dalam gelisah, Imam Junaid pun terlelap.

Tiba-tiba saja orang fakir yang ia jumpai di Masjid asy-Syuniziyyah itu hadir dalam mimpinya. Anehnya, si pengemis digotong para penduduk Bagdad lalu menaruhnya di atas meja makan yang panjang.
Orang-orang berkata kepada Imam Junaid, "Makanlah daging orang fakir ini. Sungguh kau telah mengumpatnya."Imam Junaid terperangah. Ia merasa tidak pernah mengumpat pengemis itu. Sampai akhirnya ia sadar bahwa ia pernah menggunjingnya dalam hati soal etos kerja.

Dalam mimpi itu Imam Junaid didesak untuk meminta maaf atas perbuatannya tersebut.Sejak saat itu Imam Junaid berusaha keras mencari si fakir ke semua penjuru. Berulang kali ia gagal menjumpainya, hingga suatu ketika Imam Junaid melihatnya sedang memunguti dedaunan  di atas sungai untuk dimakan. Dedaunan itu adalah sisa sayuran yang jatuh saat dicuci.

Segera Imam Junaid menyapanya dan tanpa disangka keluar ungkapan balasan, "Apakah kau akan mengulanginya lagi wahai Abul Qasim?"

"Tidak."

"Semoga Allah mengampuni diriku dan dirimu."

Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Junaid sendiri sebagaimana terekam dalam Raudlatur Rayâhîn karya 'Abdul As'ad al-Yafi'i.

Imam Junaid beruntung, peringatan untuk kesalahan “kecilnya" datang lewat mimpi sehingga bisa berbenah diri. Lantas bagaimana dengan orang-orang yang gemar mengumpat, mencela orang lain, bukan saja dalam hati, tapi juga terang-terangan lewat lisan atau tulisan?


NASEHAT

(01) “Terdapat 3 hijab di kalangan awam, yang membuat mereka terpisah dari Allah SWT. 3 hijab tersebut adalah makhluk, dunia, dan nafsu diri. Dan bagi kalangan khusus, terdapat 3 hijab untuk orang yang sungguh-sungguh mencintai Allah. 3 hijab tersebut adalah mempertunjukkan amalan, mencari pahala dan mempamerkan nikmat”. (Junaid al Baghdadi).


(02) Kalam Sheikh Junaid Al Baghdadi: Allah menuangkan kebajikanNya ke dalam hati seseorang sebanyak hati seseorang itu menyediakan ingatannya kepada Allah. Jangan lupa engkau melihat kesalahan hati mu. Lupa kepada Allah lebih menakutkan dpd masuk ke dlm neraka. Apabila kamu bertemu dgn seorang fakir, janganlah dimulai dgn membincangkan ilmu pengetahuan, tetapi mulailah dgn sikapmu yg lemah lembut, kerana ilmu itu membuat mereka liar, sedangkan sikap mu yg lemah lembut membuat mereka jinak.

(03) Syeikh Junaid Al Baghdadi: Ada 4 perkara yang dapat mengangkat seseorang untuk hamba menuju kedudukan tertinggi, meskipun amal dan ilmunya sedikit, iaitu kemurahan hati (pemurah), kerendahan hati (zuhud), kedermawaan (ahli sedeqah) dan keluhuran budi pekerti (akhlak).

(04) Syeikh Junaid al Baghdadi: “Andaikan aku tahu, bahwa di kolong langit ini ada ilmu yang lebih mulia daripada ilmu kami ini (Tasawwuf), nescaya aku akan berusaha mencarinya dan menemui orang yang memilikinya, sehingga aku mendengar dari mereka tentang ilmu tersebut. Dan andaikan aku tahu, bahwa ada waktu yang lebih mulia dpd waktu kami ini ketika berkumpul dengan para Sahabat dan Guru kami, dan ketika kami menanyakan berbagai masalah dan mencari ilmu ini, tentu aku akan bangkit mencarinya.”

(05) Sheikh Junaid al-Baghdadi berkata: “Andaikan aku tahu, bahawa di kolong langit ini ada ilmu yang lebih mulia daripada ilmu kami ini (Tasawwuf), niscaya aku akan berusaha mencarinya dan menemui org yg memilikinya, sehingga aku mendengar dari mereka tentang ilmu tersebut. Dan andaikan aku tahu, bahwa ada waktu yg lebih mulia dpd waktu kami ini ketika berkumpul dgn Para Sahabat dan Guru kami, dan ketika kami menanyakan berbagai masalah dan mencari ilmu ini, tentu aku akan bangkit mencarinya.”

(06) Imam Junaid Al-Baghdadi: “Org yg asyik Cinta kepada Allah ialah org yg membebaskan dirinya dari segala nafsunya, dan sebagai akibat dpd itu, dia hanya menyibukkan dirinya berzikir kepada Allah s.w.t.  Dia sentiasa melaksanakan segala tugas2 yg Allah suruhkan kepadanya, dia melihat kebesaran Allah dgn mata hatinya. Nur Allah dan kebesaran-Nya menguasai dan menghiasi seluruh jiwanya, sehingga kosong hatinya dari apa saja melainkan Allah. Dia telah minum air cinta yang jernih dpdNya. Tersingkaplah segala Hijab sehingga jelas baginya. Maka jika ia bercakap, dia tidak bercakap melainkan bersama Allah. Dari mulutnya tidak keluar satu perkataan melainkan Allah. Demikian jua jika ia bergerak, maka gerak itu atas perintah Allah, dan jika ia mendiamkan diri, dia bersama Allah. Pokoknya segala apa saja gerakan, perkataan dan fikirannya hanyalah kerana Allah dan bersama Allah”. 

(07) Junaid Al-Baghdadi: “Jika engkau melihat seorang Sufi menaruh kepedulian kepada penampilan lahiriahnya, maka ketahuilah wujud batinnya rosak.”

 (08) “Antara bukti cinta seorang hamba kepada Tuhannya adalah memperbanyakkan sujud dan cinta untuk berzikir kepada-Nya”. (al-Imam Junaid al-Baghdadi Rah).

(09) Syeikh Junaid al-Baghdadi r.a berkata, “Ibadat orang-orang 'Arif itu lebih baik daripada mahkota di atas kepala setiap raja”. Ada orang ternampak syeikh Junaid memegang tasbih di tangannya, lalu beliau ditegur oleh orang itu dengan berkata, “Tuan berada dalam kemuliaan tetapi masih sahaja menggunakan tasbih”. Maka jawab syeikh Junaid, “Tasbih inilah jalan untuk kami sampai kepada Allah s.w.t dan tidak akan kami tinggalkannya buat selama-lama.” (Dipetik dari Kitab al-Hikam). 

(10) “ Zikrullah adalah rukun atau asas yang penting dalam ilmu ini (tasawwuf). Bahkan seseorang tidak akan pernah sampai kepada (mengenal & keredhaan) Allah kecuali dengan kekal berzikrullah.” (Syeikh Abu Qasim al-Junaid al-Baghdadi). 

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qaidr, Ali Hasan. 1988. Pengantar dalam Rasail al-Junaid. Kairo: Bar’i Wajda.
Anwar, Rosihan. 2004. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.


Subscribe to receive free email updates: