MUHAMMAD IQBAL
RIWAYAT HIDUP
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Beliau berasal
dari keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad yang
terkenal saleh dalam beragama. Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri
kemudian beliau dimasukkan ke sebuah maktab untuk mempelajari Al-Qur’an. Setelah itu, beliau dimasukkan Scottish Mission
School. Di bawah bimbingan Mir Hasan, beliau diberi pelajaran agama, bahasa
Arab, dan bahasa Persia. Setelah menyelesaikan sekolahnya di Sialkot, belaiu
pergi ke Lahore, sebuah kota besar di India untuk melanjutkan belajarnya di
Government College, Di situ ia bertemu dengan Thomas Arnold, seorang orientalis
yang menjadi guru besar dalam bidang filsafat pada universitas tersebut.
Ketika belajar di kota India, Beliau menawarkan
beberapa konsep pemikiran seperti, perlunya pengembangan ijtihad dan dinamisme
Islam. Pemikiran ini muncul sebagai bentuk ketidak sepakatnya terhadap
perkembangan dunia Islam hampir enam abad terakhir. Posisi umat Islam mengalami
kemunduran. Pada perkembangan Islam pada
abad enam terakhir, umat islam bearada dalam lingkungan kejumudan yang
disebabkan kehancuran Baghdad sebagai simbol peradaban ilmu pengetahuan dan
agama pada pertengahan abad 13.
Pada tahun 1905 setelah mendapat gelar
M.A. di Govermen Collage, Iqbal pergi ke Inggris untk belajar filsafat di
Universitas Cambridge.Dua tahun
kemudian beliau pindak ke Munich, Jerman. Di Universitas ini, beliau memperoleh
gelar Ph. D dalam tasawuf dengan disertasinya yang berjudul The Development of
Metaphysics in Persia (Perkembangan Metafisika di Persia). Beliau tinggal
di Eropa kurang lebih selama tiga tahun. Sekembalinya dari Munich, beliau
menjadi advokat dan juga sebagai dosen. Buku yang berjudul The Recontruction of
Religius Thought in Islam adalah kumpulan dari ceramah-ceramahnya sejak tahun
1982 dan merupakan karyanya terbesar dalam bidang filsafat.
Pada tahun 1930, beliau memasuki bidang
politik dan menjadi ketua konferensi tahunan Liga Muslim di Allahabad, kemudian
pada tahun 1931 dan tahun 1992, beliau ikut dalam Konferensi Meja Bundar di
London yang membahas konstitusi baru bagi India. Pada bulan Oktober tahun 1933, beliau di undang ke
Afganistan untuk membicarakan pembentukan Universitas Kabul. Pada tahun 1935,
beliau jatuh sakit dan bertambah parah setelah istrinya meninggal dunia pada
tahun itu pula, dan beliau meninggal pada tanggal 20 April 1935.
PEMIKIRAN TEOLOGI MUHAMMAD IQBAL
1. Hakikat Teologi
Secara umum beliau melihat teologi sebagai ilmu yang
berdemensi keimanan, mendasarkan pada esensi tauhid (universal dan
inklusivistik). Didalamnya terdapat jiwa yang
bergerak berupa “persamaan, kesetiakawanan dan kebebasmerdekaan”. Pandangannya
tentang ontology teologi membuatnya berhasil melihat anomali (penyimpanan) yang
melekat pada literatur ilmu kalam klasik. Mu’tazilah sebaliknya terlalu jauh
bersandar pada akal sehingga mereka tidak menyadari bahwa dalam wilayah
pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran keagamaan dari pengalaman konkert
merupakan kesalahan besar.
2. Pembuktian Tuhan
Karena alam merupakan manifestasi aktivitas kreatif
Tuhan, maka alam memiliki potensi tidak terbatas karena kapasitas kreatif Tuhan
bersifat tidak terbatas. Jika alam merupakan sunnatullah yang memiliki
kapasitas tidak terbatas, maka wajar jika karakteristik ketidak terbatasan juga
dimiliki oleh alam. Fisika modern menyatakan bahwa alam mengalami proses
dinamis, yaitu tumbuh dan berkembang. Jadi, kita tidak memberikan karakteristik
kepada Tuhansebagaikekuatankosmik yang tidak terbatas secara ekstensif, namun Tuhan adalah individu yang
terlibat dalam aktivitas kreatif yang tiada henti. Tuhan memiliki karakteristik
personal yang termanifestasi dalam segala hal yang Ia ciptakan.
Setelah mengkritik argumen kosmologi, selanjutnya
Iqbal melancarkan kritik terhadap argumen teleologi. Awalnya,
argumen teleologi di populerkan oleh William Paley melalui buku Natural
Theology Paley menghadirkan perumpamaan tentang arloji. Diandaikan, seseorang
sedang berjalan di tengah gurun tiba-tiba menemukan sebuah arloji. Pertanyaan yang timbul, bagaimana benda ini bisa ada? Akan terpikir oleh orang tersebut,
arloji ini muncul bukan karena kebetulan, tetapi karena di desain dan dibuat oleh
seorang perancang. Dengan analogi yang sama, Paley berargumen bahwa alam semesta
yang sangat tertata dan teratur ini adalah bukti adanya sosok perancang. Karena
keteraturan luar biasa pada alam semesta dari galaksi hingga sel tubuh alam ini
pastilah memiliki Perancang yang Cerdas. Iqbal mengkritik argumen Paley. Antara arloji dan alam
semesta merupakan dua hal berbeda. Tidak seperti arloji di manapembuatnya
meletakkan mesin dari sesuatu yang telah ada, alam berasaldari materi yang
diciptakan oleh Tuhan sendiri.
Menurut Iqbal, argumen kosmologi dan teleologi
memiliki kedekatan. Keduanya sama-sama diwarnai dualisme sebab-akibat
meskipundengan titik tekan berbeda. Argumen teleologi melihat ‘akibat’
(alamsemesta) dengan tidak berhenti semata-mata pada kesimpulan adanya‘sebab’
(Tuhan), tetapi meneliti ‘akibat’ untuk menyibak karakter ‘sebab’tersebut.
Argumen teleologi tampaknya ingin menghindari perangkap dualisme sebab-akibat
sebagaimana halnya argumen kosmologi. Akan tetapi dalam analisa Iqbal, dualisme
itu tetap ada dan tersembunyi di dalamargumen ini. Iqbal melihat argumen
teleologi telah gagal. Alasan kegagalanargumen teleologi ini, di mata Iqbal,
adalah karena konsepsi hubungan antara Tuhan dan alam didasarkan pada analogi
bikinan pikiran manusia.Teleologi memberi kita hanya perancang, bukan sosok
pencipta. Selain itu, Iqbal menolak cara pandang mekanis yang
menyatakan bahwa masa depan sudah tercetak. Waktu dianggap tidak bekerja,
kita hanya bertemu dengannya. Gerak waktu semata-mata hanya menjadi tempat
berputarnya naskah drama yang tidak memiliki kaitan apapun dengan takdir. Anggapan
waktu sebagai gerak kreatif dinilai tidak memiliki makna apapun. Sebaliknya,
Iqbal menjelaskan bahwa Alquran menganggap waktu sebagai
salah satu simbol kebesaran Tuhan. Hubungan antara waktudan
Tuhan dapat dibaca melalui satu hadis yang berbunyi, “Janganlah kamu mengutuk
waktu, karena waktu adalah Tuhan”.
3. Jati Diri Manusia
Faham dinamisme beliau berpengaruh besar terhadap jati
diri manusia. Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat
dilihat dari konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya.
Kata itu diartikan dengan kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui
kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan
sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi
yang menundukkan jiwa sehingga fana dengan Allah.
4. Dosa
Beliau secara tegas menyatakan dalam seluruh
kualitasnya bahwa Al-Qur’an menampilkan ajaran tentang
kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam
hubungan ini, beliau mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam (karena
memakan buah terlarang) sebagai kisah yang berisi pelajaran tentang
“kebangkitan manusia dari kondisi primitive yang di kuasai hawa nafsu naluriah
kepada pemilikan kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga
mampu mengatasi kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang” dan “timbulnya
ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memilih”. “Alah telah menyerahkan
tanggung jawab yang penuh resiko ini, menujukkan kepercayaannya yang besar
kepada manusia. Sekarang, kewajiban manusia adalah membenarkan adanya
kepercayaan ini. Pengakuan terhadap kemandirian (manusia) melibatkan pengakuan
terhadap semua ketidaksempurnaan yang timbul dari keterbaasan kemandirian.
5. Surga dan Neraka
Surga dan Neraka, kata beliau adalah keadaan, bukan tempat.
Gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam Al-Qur’an adalah
penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya. Neraka, menurut rumusan Al-Qur’an adalah
“api Allah yang menyala-nyala dan yang membumbung ke atas hati”, pernyataan yang
menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan karena
mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai gorongan yang menuju kepada
perpecahan.