SYAIKH ABDUL QADIR JAELANI
RIWAYAT HIDUP
Pada tahun 561 H hiduplah Asy-Syaikh Abdul
Qadir bin Abi Sholeh bin Janaky Dausat bin Abi Abdillah Abdullah bin Yahya bin
Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa Al-Huzy bin Abdullah Al-Himsh
bin Al-Hasan bin Al-Mutsanna bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Tholib Al-Jailani. Abdul
Qadir al-Jailâni atau al-Kailâni (470-561 H / 1077-1166 M), yang di Indonesia
lebih dikenal dengan kewaliannya atau karamahnya, memiliki sisi lain yang
jarang diketahui –atau kurang diperhatikan- kebanyakan orang. Dalam lembaran
sejarah, bersama gerakan Qadiriyahnya, beliau memiliki kontribusi cukup besar
dalam mempertahankan akidah Ahli Sunnah wal Jama’ah.
Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany adalah salah seorang
ulama ahlusunnah yang berasal dari negeri Jailan. Dari nama negerinya ini,
beliau dinasabkan sehingga disebut “al-Jailani”, artinya seorang yang berasal
dari negeri Jailan. Jailan sendiri merupakan nama bagi beberapa daerah yang
terletak di belakang Negeri Thobristan. Kota yang ada di negeri Jailan,
hanyalah perkampungan yang terletak pada daerah tropis di sekitar
pegunungan. Beliau termasuk salah satu ulama dan tokoh
dalam madzhab hambali. Ad-Dzahabi ketika membawakan biografinya menyatakan, Beliau dari Jailani, bermadzhab hambali, tokoh di
Baghdad. Kemudian ad-Dzahabi
menyebutkan beberapa guru beliau, diantaranya, Abu Ghalib al-Baqillani, Ahmad
bin Mudzaffar, Abu Qasim bin Bayan.
Sementara murid beliau, sederet ulama madzhab hambali,
diataranya, as-Sam’ani, al-Hafidz Abdul Ghani – penulis Umdatul Ahkam –, dan
al-Muwaffaq Ibnu Qudamah, penulis kitab al-Mughni .
Pada masa hidupnya, memang sedang terjadi
konflik antara Islam dan Kristen; konflik Syiah (diwakili Daulah Fathimiyah)
dan Sunni (diwakili Daulah Abbasiyah), percekcokan madzhab fikih; demikian juga
aliran-aliran menyimpang tumbuh subur (M. Shallâbi, Syeikh Abdul Qâdir
al-Jailâni, 22). Kondisi sosial yang penuh konflik tersebut, tentu saja turut
berpengaruh dalam menentukan pilihan peran strategisnya.
Salah
satu bentuk konkret kontribusi ulama bermadzhab Hanbali ini, adalah
menanggulangi secara aktif aliran-aliran menyimpang, contohnya: Syi’ah. Dalam
bukunya yang berjudul “al-Ghunyah
li Thâlibi Thârîq al-Haqqi Azza wa Jalla” (1417: 179-184),
beliau membahas tentang bagian-bagian Syi’ah serta beberapa penyimpangannya.
Syekh Abdul Qadir al-Jainlani
menghembuskan nafas terakhir di Baghdad, Sabtu bakda maghrib, 9 Rabiul Akhir
561 H atau 15 Januari 1166 M, pada usia 89 tahun. Dunia berduka atas
kepulangannya, tapi generasi penerus hingga sekarang tetap setia melanjutkan ajaran
dan perjuangannya.
PEMIMPIN PARA WALI
Ulama-ulama
besar mengakui keagungan Syekh Abdul Qodir. Imam Adz-Dzahabi, seorang ahli
tafsir terkemuka menyebutkan, karomah Syekh banyak dan jelas. Ibnu Rajab, ahli
hadits madzhab Hambali yang salah satu bukunya saya terjemahkan menjadi,
"Setahun Bersama Nabi" (diterbitkan Pustaka Hidayah, sekitar 1000
hlm.) menyebut Syekh sebagai teladan orang-orang ma'rifat, pemimpin para syekh
dan dikaruniai maqam dan karomah. Imam Al-'Izz bin Abdussalam, ulama besar
madzhab Syafi'i menyatakan,"Tidak ada karomah yang dinukil kepada kami
secara mutawatir, kecuali karomahnya Syekh Abdul Qodir Jailani."
Salah satu karomah Syekh yang paling
menarik bagi saya adalah namanya terus disebut, didoakan, dan dibaca dalam
tawasul sampai sekarang oleh jutaan umat Islam di berbagai belahan dunia.
Kalau sejarah Rasulullah disebut siroh dan dirujuk serta diteladani oleh umat
Islam, maka sejarah hidup Syekh Abdul Qodir Jailani sebagai keturunannya
disebut manqobah (jamaknya ialah manakib). Manakibnya menjadi alat ukur
perkembangan spiritual para Salik (orang yang ruhaninya berjalan menuju Allah).
Syekh Abdul Qodir Jailani pernah
bertanya kepada gurunya, yaitu Syekh Hammad Ad-Dabbas karena di tempat khalwat
gurunya setiap malam terdengar dengungan keras seperti lebah. Syekh
Dabbas menjawab,"Aku memiliki sekitar 12.000 murid. Setiap malam aku
menyebut nama mereka satu per satu. Aku bantu permohonan hajat mereka kepada
Allah. Kita doakan agar mereka tidak melaksanakan maksiat yang direncanakannya
serta mudah-mudahan selalu takut dan bertaubat kepada Allah."
Subhanallah, betapa besar cinta dan
pengorbanan seorang mursyid kepada para muridnya. Sebagai murid, khidmah dan
pengorbanan apa yang sudah kita lakukan untuk menyukseskan program dan visi
Syekh Mursyid kita? Syekh Abdul Qodir Al-Jilani mendapat doa dari gurunya. Umar
Al-Halawy, salah seorang murid Syekh Abdul Qodir Al-Jailani berkelana
bertahun-tahun. Ketika pulang, ia ditanya oleh Syekh Hammad Dabbas (guru Syekh
Abdul Qodir).
"Kemana saja selama ini kalian
berkelana?"
Umar menjawab,"Aku mengelilingi
Mesir hingga Maghrib dan aku berjumpa dengan 360 wali Allah. Mereka semua
berkata,"Syekh Abdul Qodir Jailani adalah syekh dan pemimpin kami."
AHLI ILMU
Syekh Abdul Qodir, kata Asy-Sya'rani menguasai 13 fan keilmuan dalam Islam. Imam Ibnu Taimiyah yang dikesani banyak orang sebagai anti tarekat, tawasul dan ziarah dalam karyanya, Majmu' Fatawa juz x menyatakan,"Syekh Abdul Qodir Jailani dan semisalnya merupakan syekh terbesar di zamannya dalam hal berpegang teguh pada syari'at, amar ma'ruf nahi munkar, mendahulukan syari'at daripada rasa dan logika, serta termasuk syekh terbesar yang melakukan pendidikan ruhani untuk meninggalkan dorongan hawa nafsu yang berlebihan."
Kekaguman Ibnu Taimiyah terhadap Syekh Abdul Qodir begitu besar sehingga berkenan membuat syarah/ penjelasan terhadap salah satu karyanya, yaitu Futuh Al-Ghaib. Syarah tersebut antara lain diterbitkan Dar Al-Qori, Beirut, tahun 1995.
Pengajian rutin Syekh Abdul Qodir Jailani dihadiri 70.000 orang. Beliau mengajarkan tafsir Al-Qur'an (Tafsir Al-Jailani lengkap 30 juz telah ditemukan dan diterbitkan, bahkan sebagiannya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia), hadits, perbedaan madzhab fikih, nahwu, Sharaf dan balaghah. Ia juga kadang mengajarkan qira'at Al-Qur'an berikut tafsirnya. Beliau berceramah selama 40 tahun, dari 521 H - 561 H.
Kebesaran majelis Syekh Abdul Qodir begitu mempesona, sehingga menurut Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam Ghibthah An-Nadir seperti dikutip dalam disertasi Ajid Thohir, ada sekitar 400 orang penulis, yang mencatat secara rapi apa-apa yang difatwakan dan didakwahkannya.
Di sisi lain, amalan dzikir Syekh Abdul Qodir Jailani begitu dahsyat. Seperti disebutkan dalam manakib, Pembantunya bercerita, bahwa Syekh selalu melakukan shalat shubuh dengan wudhu shalat isya. Setiap kali batal, beliau berwudhu, shalat syukur wudhu dan masuk kamar kholwatnya. Beliau keluar menjelang shubuh. Khalifah yang ingin bertemu pada malam hari pun terpaksa menunggu dan baru bisa bertemu Beliau setelah shalat shubuh.
Ruhaninya yang diasah dengan ibadah dan dzikir panjang semalaman bercahaya terang. Tak perlu heran bila majelis pengajian nyapun tidak pernah sepi dari orang Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam dengan sukarela. Juga para perampok, pembunuh, pelaku maksiat dan orang-orang tersesat yang bertobat. Keikhlasan ditambah cahaya dzikir, dan kedekatannya dengan Maha Pemberi petunjuk membuat dakwahnya seperti sorotan cahaya yang menerangi gelap.
KARYA-KARYA
Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani
termasuk salah seorang sufi besar yang banyak menulis karya ilmiah. Menurut
catatan Ghossal Nasuh Azqul, beliau kurang lebih membuahkan karya tulisnya yang
paling populer sekitar tujuh belas kitab bermutu, dan masih banyak karya-karya
ilmiah yang belum terpublikasikan, diantaranya adalah:
- Istighotsal al-‘Arifin wa Ghayat min al-Wasilin
- Aurad Al-Jailani
- Adab al-Suluk wa al-Tawassul ila Manzil al-Muluk
- Tuhfat al-Muttaqin wa sabili al-‘Arifin
- Jala’ al-Khatir fi al-Batin wa Zahir
- Hizb al-Roja’ wa al-Intiha
- Du’a Aurad al-Fathiyah
- Du’a al-Basmalah
- Al-Risalah al-Ghowtsiyyah
- Risalah fi al-Asma al-‘Azimah li Thoriq ila Allah
- Al-Guniyyah li Thalibi Thariq al-Haaq
- Al-Fath al-Robbani wa al-Fayd al-Rahmani
- Futuh al-Ghayb
- Al-Futuhat al-Robbaniyyah
- Mi’raj latif al-‘Ani
- Bawaqit al-Hikam
- Sirr al-Asror
Salah satu penyakit rohani yang kronis adalah “riya”, penampilannya oke, namun hatinya busuk. Perselingkuhan jiwanya terselubung dari mata publik. Seluruh ketaatannya hanya dipergunakan untuk konsumsi orang banyak belaka, nampak dari penampilannya begitu Islami, namun dibalik itu hatinya bagaikan bangkai.
Orang yang taat itu ada dalam mata hatinya, bukanlah dari penampilan kulitnya, semua itu tergantung dari hati dan rahasia hatinya. Anda semua sebenarnya telanjang, selama Anda tidak memakai pakaian dari Allah, yaitu pakaian yang tidak bisa diganti dengan pakaian apapun.
Oleh karena itu, copotlah tampilan Anda diganti pakaian dari Allah. Lepaskanlah pakaian yang melusuhkan jiwamu untuk menegakan hak Allah. Tanggalkan baju syahwatmu dari dalam batinmu, baju kebodohanmu, baju kebanggaan jiwamu, juga baju kemunafikanmu.
Copotlah baju kesenangan dapat pujian dari sesama manusia, yang membuat Anda diterima atau ditolak karena penampilanmu yang palsu. Copotlah baju duniawi dari hatimu dan pakailah baju akherat untuk jiwamu. Lepaskanlah diri Anda dari merasa mampu dan kuat, karena akan membuahkan perasaan menyepelekan orang lain, egoisme, menang sendiri, dan selalu memandang dirinya super.
Maka dari itu lemparkan diri Anda kehariban Allah SWT, dngan tanpa daya, tanpa kekuatan, tanpa bergantung kepada sesama makhluk.
Bila Anda bisa berbuat demikian, maka akan melihat datangnya kelembutan-kelembutan Ilahi kepadamu, rahmat-Nya akan melimpah ruah, serta anugerah-Nya akan menjadi tampilan pakaianmu. Fokuskan dirimu hanya kepada-Nya dengan ketelanjangan jiwamu.
Wahai hamba Allah, jangan sampai lisanmu penuh dengan nasehat kepada orang lain dengan berpura-pura wara’, namun hatimu selingkuh, tampilannya muslim tapi batinnya kafir, zuhudmu hanya kulit luarnya saja, Islam hanya dijadikan formalitas belaka, sementara hatimu, jiwamu amat kotor bagaikan air dalam kubangan wc. Jika Anda terus demikian maka setan akan terus bermukim di dalam rumah jiwamu.
GELAR-GELAR
1. Muhyl Al-Din wa Al-Sunnah
Gelar kehormatan ini membuktikan bahwa reputasi beliau dalam membela agama Islam dan selalu mengajak umat untuk mengikuti Sunnah Rasulullah.
2. Al-Imam Al-Jahid
Gelar ini mencerminkan bahwa Syeikh sebagai seorang tokoh sufi yang memandang kehidupan, dan dunia sebagai investasi untuk meningkatkan kualitas batiniyah. Dunia bukan tujuan utama dalam hidup, bukan ujung dalam perjalanan, dan bukan segala-galanya.
3. Al-‘Arif Al-Qudwah
Kehormatan ini membuktikan bahwa tingkat kesufian Syeikh sudah mencapai Maqam ‘Arif Billah. Sehingga kualitas ruhaniyahnya pantas menjadi Al-Qudwah (suri tauladan) bagi para pencari jalan ruhani.
4. Syeikh Al-Islam
Maqam ini hanya berhak diberikan kepada ulama ahli fiqh dan ushul fiqh, sehingga mempunyai wewenang untuk memberikan fatwa-fatwa. Realitas ini sebagai bukti nyata diakuinya ke-tokohan dan ke-ulamaanya juga diterima oleh seluruh umat Islam.
5. Sulthonul Auliya
Secara bahasa kalimat tersebut berarti pemimpin para wali di jagat raya ini, sehingga beliau disebut “Al-Qutb, Qutb Al-Aqtab, dan Al-Ghauts”, yang artinya sama dengan penghulu auliya.
6. Al-Asfiya
Yang maknanya imam atau pemimpin kaum sufi. Gelar ini membuktikan bahwa syeikh pemimpin sufi, sebagaimana terlihat pada posisi dalam struktur keruhanian para wali seperti tersebut di atas . Syeikh Abdul Qodir dikenal sebagai seorang alim yang zuhud dan ahli ibadah.
Beliau telah sampai ke maqom ma’rifat kepada Allah SWT. Syeikh memanfaatkan waktu pagi dan sore untuk memberikan pengajian fiqh, tafsir hadits, ilmu hadits, sastra arab, dan pendalaman ruhani. Beliau pada mulanya mengikuti mazhab Hambali, namun akhirnya mengikuti mazhab Syafi’i. Beliau pendiri Thariqah Qodiriyah yang dinisbatkan dengan namanya.